MUI Soroti Pengaruh Platform Digital Terhadap Pemahaman Agama

MUI Soroti Pengaruh Platform Digital Terhadap Pemahaman Agama
KH Masduki Baidhawi

________________

MUI – Ketua Bidang Informasi dan Komunikasi (Infokom) Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat, KH Masduki Baidhawi menegaskan perkembangan platform digital tidak bisa dilepaskan dari dinamika pemahaman agama di era kontemporer.

Menurut Kiai Masduki, dunia digital kini berada dalam pusaran kapitalisme pengawasan atau surveillance capitalism.
Fenomena ini, kata dia, membuat data miliaran pengguna internet dikuasai segelintir perusahaan global yang berfungsi layaknya negara baru.

“Kalau dulu yang dikuasai adalah kekayaan alam seperti tambang, sekarang tambang baru adalah data. Perusahaan digital ini memonopoli data miliaran orang, mencatat apa yang kita lihat, baca, dan dengar,” ujarnya dikutip MUIDigital, Sabtu (23/8/2025).

Kiai Masduki yang berbicara dalam Pelatihan Standardisasi Pentashihan Buku dan Konten Keislaman Seri 2 yang digelar Rabu, 20 Agustus 2025 lalu, di Aula Buya Hamka, Gedung MUI, Jakarta Pusat itu menegaskan bahwa logika kapitalisme digital juga telah masuk ke ranah agama.

Dampaknya, muncul fenomena ekonomi atensi, di mana konten viral bukanlah yang menyejukkan, melainkan justru yang sensasional.

“Konten yang sering viral adalah isu kiamat, perdebatan keras, kafir versus Muslim. Itu menimbulkan ruang gema atau echo chamber yang memperkuat radikalisme,” jelasnya.

Kiai Masduki mencontohkan bagaimana kelompok ekstremis memanfaatkan algoritma digital untuk propaganda di berbagai belahan dunia.

“ISIS memakai YouTube dan Telegram, Evangelis di Amerika menggunakan Facebook untuk teori konspirasi, bahkan ekstremis Yahudi dan Hindutva di India memanfaatkan algoritma untuk ujaran kebencian,” paparnya.

Meski demikian, Kiai Masduki menilai era digital juga membuka peluang besar bagi literasi Islam. Akses terhadap khazanah turats (warisan keilmuan klasik Islam) kini semakin luas dibanding era sebelumnya.

Namun, sisi gelapnya juga nyata, seperti pemotongan teks tanpa konteks hingga legitimasi intoleransi demi keuntungan ekonomi berbasis klik.

“Turats di era digital ini membawa manfaat besar, tapi juga bahaya besar. Teks bisa dipermainkan hanya untuk sensasi dan keuntungan ekonomi,” tegasnya.

Dalam sesi tanya jawab, Kiai Masduki menekankan pentingnya literasi digital umat Islam sebagai tameng utama menghadapi arus informasi yang tidak terkendali.

“Konten hoaks dan sensasional akan selalu ada. Yang perlu diperkuat adalah literasi. Kita harus mampu menguasai teknologi, tetapi juga memanfaatkannya agar menghasilkan output yang baik,” katanya.

Kiai Masduki juga mengungkapkan bahwa MUI bersama pemerintah telah memulai upaya pemantauan konten media, meski saat ini masih terbatas.

“Selama ini MUI baru bekerja sama dengan pemerintah memantau tayangan televisi, khususnya di bulan Ramadan. Ke depan, kita harus mencari cara agar pemantauan bisa menjangkau media sosial yang lebih masif,” tandasnya.

Dengan demikian, Kiai Masduki menegaskan bahwa ekosistem digital bukan sekadar ruang informasi, melainkan juga medan dakwah yang perlu dikawal.

“Kalau tidak ada literasi dan standar yang jelas, umat bisa terjebak dalam ruang gema yang berbahaya,” pungkasnya. (red)

Prof. Dr. H. Khairil Anwar, M.Ag.

Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia Provinsi Kalimantan Tengah

Prof. Dr. H.M. Fatchurahman, M.Psi., M.Pd.

Sekretaris Umum Majelis Ulama Indonesia Provinsi Kalimantan Tengah